Personal

Melihat Kehidupan Orang Lain Dari Jendela Kecil Bernama Media Sosial

Obrolan apa sih yang sering muncul setelah kamu main main ke media sosial orang lain?Kebanyakan yang sering saya temukan adalah…

Wah hebat si A udah jalan jalan lagi aja padahal baru kemarin pulang dari Eropa

atau

Wah si B udah punya mobil baru nih hebat kayaknya sekarang kerjanya…

Lalu diakhiri gerutuan kecil dalam hati, terus gue kok kayaknya masih gitu gitu aja ya apa yang salah nih di hidup saya.

Familiarkah kalian dengan obrolan ini? 

Sebetulnya tak pernah terbayangkan bahwa media sosial akan berkembang sepesat dan sebesar ini. Memberikan kita dunia yang betul betul baru, batas nampak samar dengan media sosial. Banyak orang yang masih berusaha membiasakan diri untuk tahu bagaimana menjadi pengguna yang lebih baik.

We are hyperconnected nowaday, dan sering pula (buat saya pribadi) i find myself knowing much more than i wanna know karena ga sengaja membuka snapgram seseorang atau ga sengaja buka postingan terbaru seseorang. Atau entah bagaimana kita merasa mengenal betul figur seseorang hanya karena setiap hari menonton update yang dia berikan dan selanjutnya merasa punya hak memberikan pendapat yang tak perlu atas hal hal yang dia lakukan dalam hidupnya berdasarkan standar kita sendiri. 

Ingin rasanya kita memberi tahu orang orang tertentu di timeline kita hal hal seperti “Honey, you are overshared things” atau kadang pengen noyor “do you really need to share those things on your page?because it’s disturbing” tapi sayangnya tidak ada tombol atur dalam media sosial, adanya follow-unfollow atau friend-unfriend atau pilihan paling aman di masa kini adalah mute supaya kita nampak masih berteman dengan seseorang tapi sebenarnya tidak pernah sekalipun kita melihat update mereka hanya karena ingin tetap membina hubungan baik di luar media sosial.

Satu hal yang sekarang jadi fenomena baru dalam hidup

Looking and Judging Other’s life trough tiny small window called Social Media. 

Are they faking it?

 

 

Ada dua kemungkinan sebenarnya

Pertama ada kaum yang memang membutuhkan pengakuan sosial dari menunjukan apa yang mereka punya, Ada masa saya amat tahu orang yang menggungah foto liburan dengan helikopter atau tas belanja brand tertentu, atau ujaran semacam “duuuh aku pengen shopping nih” dan hal hal sejenisnya yang mengindikasikan bahwa dia punya uang yang beluber dan bingung untuk mengabiskannya. Padahal di dunia nyata orang tahu betul orang tuanya pegawai biasa dan bahkan rumahnya saja ngontrak, dia tidak bekerja dan selanjutnya orang orang tahu bahwa dia kucing peliharaan seorang om.  Atau foto di depan mobil mentereng padahal mobil itu miik temannya atau pacarnya, dan atau foto di hotel mewah padahal sebenarnya nginep di kosan temannya atau losmen sebelah hotel ternama itu.

You got the bling lose the diamond.

Kok bisa sampai tahu fakta lapangan? As i told you before we are hyperconnected jadi info dan fakta datang dengan sendirinya apalagi kalau apa yang ditunjukan tidak sinkron dengan hal yang ada di lapangan.

Kemungkinan kedua, media sosial terbuat dari banyak bahan bernama serba salah, sharing our mysery called drama but sharing happy moment disebut pencitraan. People easily judge. In fact orang memang harus memilih hal hal yang menurut mereka bisa dilihat dunia mungkin seseorang senang saat share pergi berlibur bersama keluarga tapi kayaknya ga etis ya kalau mereka share curhat soal kondisi rumah tangga. We have to build our boundaries.

Jadi kembalikan pada interaksi kita sebagai pengguna yang bijak. Setiap orang adalah content creator dalam media sosial dengan lingkupnya masing masing ada yang top influencer seperti tokoh tokoh terkenal turun ke mini influencer micro influencer sampai mungkin di kita super mini micro influencer haha. Tapi kemudian urusan angka follower ini jangan sampai jadi validasi kehidupan kamu, it is just the number dont let it define who you are. Coba kamu nonton Video Gary Vee di sini.

Dan amat sangat penting mengatur perspektif kita dalam bermain media sosial karena kembali kita tidak pernah tahu kisah perjuangan setiap orang. Hal yang kita lihat di media sosialnya hanyalah hal yang dia perkenankan untuk kita lihat, latih diri untuk menahan agar tidak menghakimi apalagi membandingkan dengan diri sendiri. Setiap orang punya pilihannya masing – masing, kita tidak bisa mengatur orang lain untuk mengunggah hal sesuai yang kita suka tapi kita bisa mengontrol diri kita untuk membatasi respon kita terhadap hal hal yang orang lain share di medsos.

 

 

Media sosial itu seperti dua sisi mata pedang bisa memberikan kita dua hasil berbeda bergantung dari bagaimana cara kita menggunakannya. Yang terpenting yang bisa saya ingatkan jadilah pengguna yang baik memberikan konten positif dalam ranah medsos dan isilah hidup kamu dengan content yang bermanfaat di sosial media. Untuk info lebih komprehensif soal bijak bermedia sosial saya sering mampir ke lama Siber Kreasi dan saya harap kamu juga sering mampir ke sana untuk memperkaya wawasan kamu.

Selain banyak hal yang sudah saya bahas terakhir, ada baiknya juga kamu mengatur waktu bermedia sosial karena ada banyak hal yang bisa kamu lakukan di luar sana selain terpaku pada layar handphone. Teknologi seharusnya mendekatkan yang jauh buka menjauhkan yang dekat. Dan jangan lupa ucapkan mantra satu ini setiap saat pikiran negatif memasuki dirimu saat bermedia sosial

 

 

Love,