Personal

Enam Tahun Kemudian…

Beberapa hari lalu saya tertegun, sepertinya ada tanggal penting di bulan ini yang saya lupa. Ternyata benar saja di bulan ini enam tahun lalu saya duduk di samping laki laki ini untuk jadi makmumnya seumur hidup saat ijab kabul diucapkan.

Begitu cepatnya waktu berlalu…

Hari ini saya tidak akan menuliskan kisah kami bertemu atau bagaimana romantisnya dia melamar atau bagaimana indahnya pesta resepsi impian kami. Masih indah untuk dikenang tapi bukan sesuatu yang ingin saya ceritakan berulang.

Enam tahun.

Dulu saya selalu berpikir bahwa semua pernikahan akan berlangsung langgeng dan mengernyit saat banyak celebrity memutuskan untuk bercerai, sepertinya keputusan mereka terlalu dangkal. Mungkin karena saya berasal dari keluarga yang utuh dan kebanyakan saudara saya bisa mempertahankan pernikahan hingga usia senja.

Lalu kemudian waktu mengajarkan saya banyak hal, apalagi dalam fase hidup berdua. Ternyata bertahan dalam hubungan tidak semudah yang dibayangkan dan bisa jadi mereka yang memilih berpisah sudah melalui berbagai tahapan pemikiran yang begitu mendalam. Dan keputusan itu merupakan hal terberat yang harus mereka lakukan dalam hidup.

Pernahkah saya terpikir untuk bercerai?

Jujur pernah, dan di kala tertentu sering.

Di awal pernikahan saat saya tak bisa menemukan keputusan bersama dan diburu emosi selalu yang terpikir saat itu apakah saya akhiri saja semuanya? Waktu itu masih terbawa naluri pacaran dimana memutuskan hubungan semudah menutup sambungan telepon.

Tapi kemudian satu tamparan keras menampar sanubari saya saat tiba tiba saya dihadapkan satu pertanyaan saat bicara secara dalam dengan salah satu orang yang tak lelah menasehati saya soal hidup.

Oke kalau memang menurut kamu berpisah adalah solusi terbaik, lalu kalau sudah sendiri apakah hidupmu akan langsung indah? Apakah memang jalan ini yang terbaik diantara beragam penyeleseaian lainnya? Banyak orang yang gagal berulang dalam kehidupan rumah tangga karena mereka lari dari masalah ketimbang menyelesaikannya.

Tamparan kedua yang saya dapatkan adalah saat seseorang berujar dalam tahapan kesabaran tiada batas yang berusaha saya bangun.

“Suami, anak, tetangga, semua yang berhubungan denganmu adalah cerminan dari diri kamu. Jadi saat sesuatu yang tak sesuai perkiraanmu datang menghantam jangan buru buru menyalahkan orang lain, coba pandang lekat lekat diri di cermin apakah ada dosa yang kamu lakukan tapi kau lupakan, apakah ada perbuatanmu yang membuat hal ini terjadi? Coba membersihkan dan memperbaiki diri sebelum menunjuk orang lain dan jangan lupa beristigfar.”

Untuk mendapatkan anak yang soleh pintar dan membanggakan kita harus memulai dari memperbaiki diri sebagai orang tua. Untuk mendapatkan jodoh yang diimpikan kita harus memperbaiki diri sebagai individu. Perempuan yang baik untuk laki laki yang baik dan tak mungkin Ainun tertukar untuk Habibie. Semua sudah diatur sedemikian rupa hanya jalannya yang berbeda beda.

Foto 6 lalu zaman Prewedding haha

Apa yang saya hadapi dalam 6 tahun menikah?

Bahwa layaknya sekolah pernikahan adalah tempat dimana kita tidak bisa berhenti belajar. Belajar memperbaiki diri, belajar berkomunikasi, belajar menyelesaikan masalah, belajar menghadapi cobaan bersama. Dan tidak mungkin bisa bertahan tanpa perjuangan dari keduanya, ternyata yang harus dihadapi bareng itu banyak banget bahkan sesepele kebiasaan kecil yang ganggu bisa jadi sumber berantem.

Enam tahun saya belajar untuk menjadi orang yang lebih baik secara terus menerus, berhenti memandang saya yang benar dan korban dan berpikir lebih rasional dan logis.

Seringkali kita berujar bagaimana bisa seorang individu sabar menghadapi pasangannya dan hidup bersamanya. In fact setiap manusia punya banyak sisi dan bisa jadi sisi yang tak tampak itu yang menguatkannya untuk tetap bersama.

Enam tahun lalu kami adalah dua manusia yang berjanji akan menjadi teman hidup seterusnya, hari ini kami masih orang yang sama dengan masalah masalahnya, dengan pemikirannya yang berbeda, prioritasnya yang berbeda. Dan dua anak yang harus siap kami asuh dan bimbing bersama (yang satu masih dalam perut mohon doanya ya semua hehe).

Jadi selamat ulang tahun pernikahan yang ke-6 suami. Kami menikmati hari ini (baca : anniversary) dengan diam di rumah seharian bersama anak dan menjalani aktifitas seperti biasa. Tidak ada yang spesial hanya postingan di blog sebgai buah pikiran saya dan sharing untuk teman teman sebagai pengingat bahwa tidak ada fase hidup yang lebih enak dari yang lain semuanya dengan perjuangannya, dan tugas kita menjalani kisah kita dan bagian kita dalam hidup. Dan tentu doa yang lebih lebat dalam sujud semoga akan ada tahu  tahun mendatang yang akan bisa kami lalui bersama karena doa adalah senjata paling hebat yang seorang manusia miliki.

Terima kasih sudah mampir untuk membaca.

Salam Hangat

Yesi Haerunsia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *